Friday, June 8, 2012

Juni 2012, Bersama Ciptakan Sejarah

Juni 2012, Bersama Ciptakan Sejarah (Creating History Together).Mulai malam ini, sampai malam 1 Juli mendatang, selama 24 hari non-stop, sepakbola akan terpusat di Polandia dan Ukraina, tapi juga akan terserak di segala penjuru dunia.

Piala Eropa, yang dihelat empat tahun sekali, berselang-seling per dua tahun dengan Piala Dunia, akan kickoff pada pukul 23.00 WIB malam ini, ditandai partai Polandia melawan Yunani di Grup A, lalu dilanjutkan dengan Rusia versus Republik Ceko.

Enambelas negara terbaik di benua biru akan bertarung dengan segenap kemampuannya, dan berharap ditemani sosok nonteknis berupa nasib baik dan dewi fortuna. Siapapun itu, tim favorit ataupun bukan, akan berlomba-lomba membuat sejarahnya masing-masing. 

Tentu saja bukan asal terdengar indah jika slogan terpilih untuk Piala Eropa tahun ini adalah "Creating History Together". Bersama-sama menciptakan histori, sejarah. Sejarah penuh makna, penuh cerita, penuh misteri, dan lain-lain, dan sebagainya, sejarah hitam atau manis, memesona, menyakitkan, dan sebagainya, dan lain-lain.

Faktanya, Polandia dan Ukraina pernah disatukan oleh sejarah masa lalu. Mereka berasal dari rumpun yang sama, budaya Slavik. Lalu, jika Ukraina dulunya memang bagian dari Uni Soviet, Polandia pernah diivasi oleh bekas negara komunis terbesar dunia itu di awal Perang Dunia II.

Kini kedua negara di Eropa timur itu bersatu atas nama sepakbola, berambisi menjadikan Piala Eropa tahun ini sebagai gelaran yang terbaik dalam sejarahnya.

Sebagai tuan rumah, Polandia dan Ukraina bukanlah tim kuat. Polandia baru tampil satu kali di pentas Euro, yakni empat tahun lalu di Austria-Swiss. Hasilnya pun tidak membanggakan mereka: seri sekali, kalah dua kali, mencetak satu gol, kebobolan empat. Ukraina bahkan baru kali ini akan berpartisipasi di ajang terbesar kedua setelah Piala Dunia ini.

Akan banyak sejarah tercipta di delapan kota penyelenggara ini, dimulai dari Warsawa nanti malam, ditutup di Kiev, pada 1 Juli. Apakah Spanyol menelurkan sejarah sebagai negara pertama yang bisa juara dua kali berturut-turut; akankah muncul juara baru; apakah ada pemain yang akan memecahkan rekor jumlah gol terbanyak yang masih dipegang Michel Platini dengan sembilan buah di Euro 1984; siapakah yang paling cepat dikartu merah; benarkah akan terjadi penghentian pertandingan karena ada gestur rasis dari penonton; dan lain-lain, dan sebagainya.

Nun jauh dari daratan Eropa sana, penggila bola di Indonesia akan mengubah jam tidurnya menjadi entah bagaimana, karena sampai akhir bulan ini akan ada 31 pertandingan yang kickoff-nya larut malam. Di mana-mana orang akan membahas sepakbola, sampai-sampai politisi dan selebritas akan "berebut" menjadi komentator pertandingan. Situs jejaring sosial macam twitter lumrah jika terus ramai dengan urusan sepakbola. Tapi ini sama sekali bukan gejala yang baru, bukan hal aneh. Setiap ada Piala Eropa (dan Piala Dunia), ya begitu itu.

Yang barangkali lebih penting adalah pertanyaan "apa efek Piala Eropa buat Indonesia, apa pelajaran yang bisa diambil dari sana?" 

Tapi itu pun bukan pertanyaan baru. Dari dulu, di setiap event, momen terkait sepakbola, pertanyaan itu selalu dimunculkan lagi, diingatkan terus. Maklum, sepakbola di negeri ini masih semrawut. Sebagian orang di belakang meja masih berkonflik kepentingan, suporter masih menyukai kekerasan, "oknum-oknum" pemain masih "ringan tangan dan kaki" terhadap pemain lawan maupun wasit, korps pengadil lapangan hijau kualitasnya masih rendah. Klub menunggak gaji pemain, sponsor masih ogah-ogahan berinvestasi lebih serius. Dan lain-lain, dan sebagainya.

Tapi, kemarin (7/6) kita mendapat kabar rekonsiliasi. Setelah diurusi Task Force AFC di Kuala Lumpur, PSSI dan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI), berdamai, berjanji tidak akan "bertanding sebagai lawan". Mudah-mudahan kesepakatan damai itu -- KPSI dinyatakan dibubarkan -- tidak cuma ditandai dengan tanda tangan di atas kertas, tapi juga melalui action yang lebih nyata untuk mengimplementasikan setiap program dan rencana, mengerjakan hal-hal dengan lebih baik, tepat, dan serius, dari, oleh dan untuk semua pihak, sehingga secara bertahap ada perubahan dan perbaikan dalam tatanan sepakbola kita.

Sepakbola Indonesia butuh sejarah baru. 

Selamat menikmati Piala Eropa.



Sumber : Andi Abdullah Sururi (detiksport)

No comments:

Post a Comment